Sabtu, 27 Oktober 2018

WANITA PEMAKAN BELATUNG

WANITA PEMAKAN BELATUNG

Karya: Panda Potan

Sekumpul bentuk meliuk-liuk
Di atas piring sebagai lauk
Liur menetes menyambar ingin
Pancaran mata mengumbar dingin

Tiada jijik saat mengunyah
Pahit busuk tak lagi terasa
Menukar jiwa memuja arwah
Mengasah ilmu sakti sempurna

Komat-kamit merapal mantra
Dendam memuncak akal menyiksa
Paku rambut boneka dipuja
Semakin tergoda meraup harta

Kuku jari semakin panjang
Api benci semakin tajam
Boneka ditusuk berulang kali
Aroma busuk menutup hati

Tawa merebak kuduk merinding
Lalu berganti tangisan nyaring
Demi ritual ilmu pesugihan
Darah dan daging rela terkorban

Tiada sesal raut di wajah
Asalkan harta terus ditambah
Ibu kandung tega ditumbal
Perih tersayat hingga meninggal

Nyawa-nyawa terus melayang
Anak tenggelam suami tabrakan
Genangan darah tak buatmu lega
Pun air mata tak buatmu jera

Wahai wanita pemakan belatung
Pengikut sesat para jelangkung
Terkutuk raga menghamba dajjal
Bermandi darah sewaktu ajal

#Batam, 101827

Sabtu, 20 Oktober 2018

JERITAN SYAIR BERDARAH

JERITAN SYAIR BERDARAH

Karya: Panda Potan

Kami tuliskan isi hati
Pada kertas bekas pembungkus nasi
Yang terserak di tempat sampah
Tempat dimana anak-anak Indonesia
Bermain dengan belatung
Dan berlari di atas pecahan kaca
Tanpa alas kaki
Ataupun topi yang melindungi
Dari sengatan panas matahari

Matahari tlah memberikan apinya di mata kami
Untuk membakar ketidakadilan
Mengapa tiba-tiba kamu ketakutan?
Takut hari-harimu tak tenang
Tidurmu gelisah
Kena duri jeritan kami
Yang tersembul dari bawah kasur mewahmu
Dan selimut tebalmu
Kamu marah
Resah
Kasak-kusuk kemana-mana
Mencurangi segala cara
Untuk membungkam jeritan

Kami melihat sejuta alasan
Dibalik pembelokkan
Kotak suara
Panji-panji otorita
Surat kaleng
Coretan dinding
Saluran kritik
Senada bunyi jangkrik
Yang dikebiri

Dan mulut kami hanya boleh
Menyampaikan secuil aspirasi
Lewat jalur resmi
Yang tiada menghasilkan apa-apa
Selain kotoran pada telinga
Kritik kami bagimu
Hanyalah bukti
Pemberontakan kaum urban
Kaum pecundang
Yang terbuang
Yang harus segera dibekap
Atau dibungkam
Dengan gada besi
Atau setumpuk uang

Kami tuliskan uneg-uneg ini
Demi segala keluh kesah
Demi warisan nenek moyang
Jeritan syair-syair berdarah
Pada dinding-dinding trotoar
Di bawah kolong-kolong jembatan
Dimana anak-anak Indonesia
Harus meminum cairan limbah
Dan makan sisa-sisa sampah

Katamu tak ada anggaran
Sementara korupsi kau jadikan lahan
Lalu kau tunjuk kami yang salah
Tentang surat yang tak lengkap dan tidak sah
Tentang sertifikat yang mustahil kami dapatkan
Karena sejak awal kami tak punya kemampuan
Untuk mengurus syarat ini itu
Sedang kau menutup mata
Pura-pura tak melihat tak mendengar
Kau perlakukan bagai hukum rimba
Yang cacat dan tak berguna
Akan terbuang dan terlupa

Namun kami takkan pernah lupa
Penderitaan kami adalah tulisan berjalan
Tentang hidup yang kian terjepit
Di bawah aturan penguasa yang morat marit
Di antara roda-roda kendaraan mewah
Yang menggilas semua teriakan kami
Pada jalan-jalan aspal yang berdebu
Yang bunyi musik dan klaksonnya
Tlah menulikan telingamu
Dan menghentikan airmatamu

#Batam, 101418

BERSYUKUR DI AMBANG SENJA

 BERSYUKUR DI AMBANG SENJA Karya: Po Tan / Kakashi DSensei Seberat pelita memendam cahaya Kulipat senja dalam mendung di mata Beringkuk leti...